Perekonomian Indonesia BAB 5- BAB 8
TUGAS
SOFTSKILLS
Nama :Rahayu
supriati ningrum
NPM
:28214765
BAB V
Kemiskinan dan Kesenjangan
A. KONSEP DAN PENGERTIAN KEMISKINAN
1.
Pengertian
Kemiskinan
Merupakan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan
secara lebih luas dengan menambahkan faktor faktor lain seperti faktor sosial
dan moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu
keadaan individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara
umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan
cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan
sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu
pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitas(kemiskinan struktural).
Pada umumnya kemiskinan diidentikkan
dengan ketidakmampuan seorang individu untuk memenuhhi standart minimum
kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Pembahasan ini dimaksud dengan
kemiskinan material. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan
penyebabnya yaitu pada awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak hanya
berdasarkan pada tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan
dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Pendekatan kebutuhan dasar,
melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan,
pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
Kemiskinan juga dapat didefinisikan
menurut dua pendekatan. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan
absolut diukur dengan suatu standart tertentu, sementara kemiskinan
relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan pendapatan
sekelompok orang dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan absolut
adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil
minimum tertentu- atau mereka berada di bawah garis kemiskinan internasional.
Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim
(2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan
sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:
1. Sumber keuangan (mata
pencaharian, kredit, modal)
2. Modal produktif atau
asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
3. Jaringan sosial untuk
memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
4. Organisasi sosial dan
politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.
5. Informasi yang
berguna untuk kemajuan hidup.
6. Pengetahuan dan
keterampilan.
2.
Konsep
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial
yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial
yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat
miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada
kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain
yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi
tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan,
papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Kemiskinan juga sering disandingkan
dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan
masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap
sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara
mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan penilaian
terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin
tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat
tersebut.
Sebagian besar dari penduduk miskin
ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian
dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi
tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada pola pertanian yang
subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang berpenghasilan rendah,
ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan berpenghasilan pas-pasan.
Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota menunjukkan bahwa adanya
ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya fasilitas umum, kecilnya
pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik
menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya
ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.
B. GARIS
KEMISKINAN
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat
minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup
yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih
tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup
dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan
sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi
pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach. Dengan pendekatan
ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis
Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM).
Pertama, Garis Kemiskinan Makanan adalah nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per
kapita per hari.
Paket komodias kebutuhan dasar makanan diwakili oleh
52 jenis komoditas, yaitu padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan
susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, dan lemak, dll.
Kedua, Garis Kemiskinan Bukan Makanan yakni kebutuhan
minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas
kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan
47 jenis komoditas di perdesaan.
Penghitungan Garis Kemiskinan tersebut dilakukan
secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung
tingkat kemiskinan pada tahun 2011 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi
Nasional)yang dilakukan bulan September 2011.
Jumlah sampel sebesar ±75.000 rumah tangga,
dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi.
C. PENYEBAB DAN DAMPAK KEMISKINAN
Penyebab
Kemiskinan:
1. Tingkat
pendidikan yang rendah
2.
Produktivitas tenaga kerja rendah
3. Tingkat
upah yang rencah
4.
Distribusi pendapatan yang timpang
5.
Kesempatan kerja yang kurang
6. Kualitas
sumberdaya alam masih rendah
7.
Penggunaan teknologi masih kurang
8. Etos
kerja dan motivasi pekerja yang rendah
9.
Kultur/budaya (tradisi)
10. Politik
yang belum stabil
11. Korupsi,
hal ini “menyumbangkan” banyak sekali warga miskin di Indonesia, karena bantuan
yang harusnya untuk membantu masyarakat miskin malah di ambil orang yang tidak
bertanggung jawab.
12. SDA, ini
yang menyebabkan kemiskinan susah sekali berkurang. Bisa diketahui banyak SDA
di Indonesia memiliki kualitas yang kurang, sehingga para SDA tidak mempunyai
keahlian yang bias di gunakan untuk mendapatkan penghasilan.
13. Masih
ada orang yang berpikir bahwa anak merupakan tabungan masa depan, dan orang
yang berpikiran seperti itu memiliki banyak anak. Namun hal tersebut malahan
menjadi beban ekonomi yang berat karena harus menghidupi banyak anggota
keluarga.
14.
Tingginya angka kriminalitas, banyak para kriminal yang telah di tangkap dan di
penjara. Dan banyak pula dari para kriminal tersebut yang merupakan kepala
rumah tangga.
Kesemua faktor tersebut di atas saling mempengaruhi,
dan sulit memasrikan penyebab kemiskinan yang paling utama atau faktor mana
yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Kesemua faktor tersebut
merupakan Vicious Circle (Lingkaran setan) dalam masalah timbulnya kemiskinan.
Dampak Kemiskinan
1.
Kriminalitas, semakin banyak orang miskin maka semakin banyak pula kemiskinan
yang terjadi. Masuk akal bila seorang kepala rumah tangga menghalakan segala
cara untuk menghidupi keluarganya yang kelaparan.
2.
Urbanisasi, Orang berpikir bahwa tinggal di kota besar akan mendatangkan
penghasilan besar. Tapi semakin banyak orang yang datang ke kota besar maka
lapangan pekerjaan yang tersedia juga akan semakin sedikit. Dan hal ini malahan
akan memperparah tingkat pengagguran.
3. Bunuh
diri, banyak orang yang putus asa karena tidak sanggup menghadapi kemiskinan,
sehingga mengambil jalan pintas.
4.
Kebodohan, semakin banyak rakyat miskin maka semakin banyak juga orang yang
tidak bisa mendapatkan pendidikan.
D. PERTUMBUHAN KESENJANGAN DAN
KEMISKINAN
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan
pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini
berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah
berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya
menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat
pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh
Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap
indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada
phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja
dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke
sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah).
Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan
kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor
(Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan
bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan
indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial
level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi
yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan
yang menurun.
Program-program
pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia:
a.
Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
secara konsep mencakup komponen untuk biaya operasional non personel hasil
studi Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional
(Balitbang Depdiknas). Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah
rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa
kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi.
Prioritas utama BOS adalah untuk
biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena itu keterbatasan dana
BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah/madrasah/ponpes
dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utama
dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi
masyarakat yang mampu.
Dalam Rangka Penuntasan Wajar
Sembilan tahun yang bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan
dilakukan. Program-program tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerataan
dan perluasan akses, peningkata mutu, relevansi dan daya saing dan tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik. Salah satu program yang diharapkan
berperan besar terhadap percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun yang bermutu adalah
program BOS.
Melalui Program BOS yang terkait
dengan gerakan percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun, maka setiap pelaksanaan
program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut :
BOS harus
menjadi sarana penting untuk mempercepat penuntasan Wajar 9 Tahun.
Melalui BOS
tidak ada siswa miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar iuran/pungutan
yang dilakukan oleh sekolah/madrasah/ponpes.
Anak lulusan
sekolah setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan pendidikannya ke sekolah
setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/MI/setara tidak dapat melanjutkan ke
SMP/MTs/SMPLB dengan alasan mahalnya biaya masuk sekolah.
Kepala
sekolah/madrasah/ponpes mencari dan mengajak siswa SD/MI/SDLB yang akan lulus
dan tidak berpotensi untuk melanjutkan sekolah yang ditampung di SMP/MTs/SMPLB.
Demikian
juga apabila teridentifikasi anak putus sekolah yang masih berminat untuk
melanjutkan agar diajak kembali ke bangku sekolah.
b.
Kredit Usaha
Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat, yang
selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil
Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi
yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.
KUR adalah program yang dicanangkan
oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank.
Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara
sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan
dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana
yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).
c.
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kemiskinan mempengaruhi kesehatan
sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena
mereka mengalami gangguan sebagai berikut:
1. menderita gizi buruk
2. pengetahuan kesehatan kurang
3. perilaku kesehatan kurang
4. lingkungan pemukiman buruk
5. biaya kesehatan tidak tersedia
Sebaliknya kesehatan mempengaruhi
kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat
memiliki kondisi sebagai berikut:
1. produktivitas kerja tinggi
2. pengeluaran berobat rendah
3. Investasi dan tabungan memadai
4. tingkat pendidikan maju
5. tingkat fertilitas dan kematian rendah
6. stabilitas ekonomi mantap
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin mempunyai arti penting karena 3 alasan pokok:
Menjamin
terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin, sehingga pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi dan kematian
balita 3 kali dan 5 kali lebih tinggi dibanding pada keluarga tidak miskin. Di
sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin,
dapat mencegah 8 juta kematian sampai tahun 2010.
Untuk
kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa dengan
meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin dan
kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam memenuhi
komitmen global guna mnurunkan kemiskinan melalui upaya kesehatan bagi keluarga
miskin.
Hasil studi
menunjukan bahwa kesehatan penduduk yang baik, pertumbuhan ekonomi akan baik
pula dengan demikian upaya mengatasi kemiskinan akan lebih berhasil.Upaya-upaya
pelayanan kesehatan penduduk miskin, memerlukan penyelesaian menyeluruh dan
perlu disusun strategi serta tindak pelaksanaan pelayanan kesehatan yang peduli
terhadap penduduk miskin.
Pelayanan kesehatan peduli penduduk miskin meliputi
upaya-upaya sebagai berikut:
Membebaskan
biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan yang banyak diderita
masyarakat miskin seperti TB, malaria, kurang gizi, PMS dan pelbagai penyakit
infeksi lain dan kesehatan lingkungan.
Mengutamakan
penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu.
Meningkatkan
penyediaan serta efektifitas pelbagai pelayanan kesehatan masyarakat yang
bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi pelayanan
kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan fortifikasi makanan,
pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja.
Meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak mampu
Realokasi
pelbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan pada daerah miskin
Meningkatkan
partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat miskin. Masalah kesehatan
masyarakat bukan masalah pemerintah saja melainkan masalah masyarakat itu
sendiri karena perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin.
d.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus :
a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak
mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di
Rumah Sakit.
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang
transparan dan akuntabel
SasaranSasaran program adalah masyarakat miskin dan
tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang
sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.
e. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM)
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan
kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
Program PNPM Mandiri ini adalah :
Tujuan Umum:
Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja
masyarakat miskin secara mandiri.
Tujuan Khusus:
– Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat,
termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan
kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam
proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
– Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang
mengakar, representatif dan akuntabel.
– Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan,
program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
– Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah,
swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan.
– Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat
serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
– Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang
sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan
lokal.
– Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat
guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.
f.
Program Raskin
Program Raskin merupakan subsidi
pangan sebagai upaya dari Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang
diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin dimana masing-masing keluarga akan
menerima beras minimal 10 Kg KK per bulan dan maksimal 20 Kg KK per bulan netto
dengan harga netto Rp 1.000 per kg di titik distribusi.
Tujuan program raskin adalah
memberikan bantuan dan meningkatkan/membuka akses pangan keluarga miskin dalam
rangka memenuhi kebutuhan beras sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di
tingkat keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat pada
tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan.
Sasarannya adalah terbantu dan terbukanya akses beras
keluarga miskin yang telah terdata dengan kuantum tertentu sesuai dengan hasil
musyawarah desa/kelurahan dengan harga bersubsidi di tempat, sehingga dapat
membantu meningkatkan ketahanan pangan keluarga miskin. Program Beras untuk
Rakyat Miskin (Raskin) ditujukan untuk rumah tangga miskin (RTM) di
desa/kelurahan.
g. Program Keluarga Harapan
Dalam rangka percepatan
penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di bidang
perlindungan sosial, Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007 akan melaksanakan
Program Keluarga Harapan (PKH). PKH dikenal di negara lain dengan istilah
Conditional Cash Transfers (CCT) atau bantuan tunai bersyarat. PKH bukan
merupakan kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai yang diberikan dalam rangka
membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah
melakukan penyesuaian harga BBM.
PKH lebih dimaksudkan kepada upaya
membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Pelaksanaan di
Indonesia diharapakan akan membantu penduduk termiskin, bagian masyarakat yang
paling membutuhkan uluran tangan dari siapapun juga. Pelaksanaan PKH secara
berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan mempercepat pencapaian
Tujuan Pembangunan Millenium.
Setidaknya terdapat 5 Komponen MDG’s yang secara tidak
langsung akan terbantu oleh PKH yaitu:
1. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan
2. Pendidikan Dasar
3. Kesetaraan Gender
4. Pengurangan angka kematian bayi dan balita
5. Pengurangan kematian ibu melahirkan
E. BEBERAPA
INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
A.
Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mrngukur
tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua
kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering
digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga
alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien
gini.
Yang paling sering dipakai adalah
koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
0
x
Kurva Lorenz
Kumulatif presentase dari populasi
Yang mempunyai pendapatan
Ide dasar dari perhitungan koefisien
gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni
mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut,
semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi
apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi
dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini
antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara
0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara
pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah
dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk
dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20%
penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari
jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut
menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan
rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah
pendapatan.
B.
Indikator Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang
digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan
lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan
batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk
memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan
pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk
perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2
macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan
pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang
sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index
merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin
adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis
kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non
makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis
kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food
line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3
indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam
banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari
populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita
dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of
proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur
dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap
index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang
miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang
dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa ini sensitif terhadap
distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis
kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam
bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a
adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau
dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka
menghasilkan indeks Pa.
Ketiga, the severity of property
yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada
prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang
miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk
miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang
juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk
mengetahui intensitas kemiskinan.
F. KEMISKINAN
DI INDONESIA
Permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh
pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang
lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan
permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya
menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an
diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa
(Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun
1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak
maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik.
Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang
mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin
Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari
jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses
sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung
untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna
SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus
diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia
sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk
mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah,
mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini,
rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,
kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang
lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan,
sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela
mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak
orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk
mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi
keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor
perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga
yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima
upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat
masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan
harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga
dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa
kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna
mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan
hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih
keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah
seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah
fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan
tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan
mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan
mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan
karna kemiskinan.
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Tahun 1976
sampai 2007.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode
1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin
sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10
juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi
sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5
juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976.
Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2
juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan),
atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah
penduduk miskin mengalami kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa
(sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan).
Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun,
pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar
38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun
hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di
Indonesia disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah
penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat
Statistik).
Tahun
2007–Maret 2008
Analisis tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret
2007 dan Maret 2008 dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan
selama setahun terakhir. Garis kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008
mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per
bulan pada Maret 2007 menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret
2008. Hal yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing
meningkat sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen).
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta
(16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel
4.3). Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada
daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di
daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang
0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan
tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen)
penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008
persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen. (Badan Pusat Statistik).
G. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
1.
Pengangguran
Semakin banyak pengangguran, semakin
banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar. Karena pengangguran atau
orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia itu semakin hari semakin
bertambah. Selain itu pengangguran juga menimbulkan dampak yang merugikan bagi
masyarakat, yaitu pengangguran dapat menjadikan orang biasa menjadi pencuri,
perampok, dan pengemis yang akan meresahkan masyarakat sekitar.
2.
Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak adanya keterampilan, ilmu
pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat tidak akan mampu
memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan pendidikan masyarakat
bisa mengerti dan memahami bagaimana cara untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi kehidupan manusia.
Dengan belajar, orang yang semula
tidak bisa menjadi bisa, salah menjadi benar, dsb. Maka dengan tingkat
pendidikan yang rendah masyarakat akan dekat dengan kemiskinan.
3.
Bencana Alam
Banjir, tanah longsor, gunung
meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani, sehingga tidak ada
bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah atau koperasi.
Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
tidak dapat terpenuhi.
H. KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di
tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam
arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga
pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1.
pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2.
Pemerintahan yang baik (good governance)
3.
Pembangunan sosial
Untuk
mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang
sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a.
Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi
pedesaan
b.
Intervensi jangka menengah dan panjang
o
Pembangunan sektor swasta
o
Kerjasama regional
o
APBN dan administrasi
o
Desentralisasi
o
Pendidikan dan Kesehatan
o
Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan
SOAL
1.
Berikut ini faktor-faktor penyebab kemiskinan, adalah...
A.
disintegrasi
B.
Tingkat
Pendidikan Yang Rendah
C.
pendidikan
D. migrasi
2. keadaan dimana terjadi
kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat
berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup dan
tidak mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara merupakan
pengertian dari...
A.
konflik
B.
kemiskinan
C.
kesenjangan
D.
Perampokan
3. Berikut ini merupakan
dampak dari kemiskinan,kecuali...
A.
Kriminalitas
B.
konflik
C.
Kemiskinan
D.
Urbanisasi
4.
Bagaimana
cara menanggulangi kemiskinan,?...
A.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
B.
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
C.
Program adipura
D. Balai
latihan kerja(BLK
5. Tingkat
minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup
yang mencukupi di suatu negara adalah ....
A. Garis
Kekayaan Makanan dan Garis Kekayaan Bukan-Makanan
B.
Garis
Kekayaan
C.
Garis
kemiskinan
D.
Garis
Kekayaan Bukan-Makanan
BAB VI
PEMBANGUNAN
EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
A. UU OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD
1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di
Indonesia, yaitu:
1.
Nilai
Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat,
bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara
kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.
Nilai dasar
Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945
beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas,
penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan
beberapa dasar pertimbangan:
Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai
fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang
berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
1.
Dimensi Administratif,
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat
lebih efektif;
2.
Dati II
adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati
II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar
itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.
Nyata,
otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah;
2.
Bertanggung
jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan
di seluruh pelosok tanah air; dan
3.
Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
Undang-Undang
No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
Perpu No. 3
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang
No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
B. PERUBAHAN
PENERIMAAN DAERAH DAN PERANAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
Ø
Pendapatan daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari
pemerintah
Ø
Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari
pemerintah pusat
Ø Beberapa
dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah :
1.
Peranan
PAD dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal
ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap
pemerintah pusat.
2.
Ada Korelasi
positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM dengan peranan PAD dalam APBD
3.
Pada tahun
1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya, salah satu
penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.
C. PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan
meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap
ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh
Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa
ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan
menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional
dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan
dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3.
pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui
indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali
digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas
daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan
dari kesejahteraan
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan
meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap
ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh
Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa
ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan
menggunakan data-data daerah.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN
A.
Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi
di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi
kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat
ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah.
Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam
pembanguna ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan
ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua
adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi
atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya
sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari
daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat
lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa
mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak
dinikmati di Jawa.
Jika keadaan ini terus dibiarkan
maka, daerah di luar pulau Jawa akan rugi dan semakin miskin saja, karena:
Daerah akan kekurangan L yang terampil, K serta SDA
yang dapat diolah untuk keperluan sendiri.
Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan sektor
non primer khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah
struktur ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke industri.
Tingkat pendapatan masyarakat di
daerah semakin rendah sehingga pasar output semakin lama, dan menyebabkan
perkembangan investasi di daerah semakin kecil.
Ketimpangan dalam distribusi kegiatan ekonomi
antarwilayah Indonesia terlihat jelas dalam tidak meratanya pembagian kegiatan
industri manifaktur antar provinsi. Daerah Jawa didominasi oleh sektor-sektor
yang memiliki NT tinggi, khususnya industri manufaktur, sedangkan di luar Jawa
didominasi oleh sektor yang memiliki NT rendah, seperti pertanian. Karena
kepincangan struktur inilah terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi di
Indonesia. Dan industri di luar Jawa yang rendah disebabkan karena pasar lokal
yang kecil, infrastruktur yang terbatas, serta kurang SDM.
B.
Alokasi Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan
pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari
luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori
pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah
tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif,
seperti industri manufaktur.
Terpusatnya I di wilayah Jawa,
disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan birokrasi yang terpusat
selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah daerah), konsentrasi
penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di wilayah luar Jawa.
Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada beberapa sumber daya
alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses pembentukannya membutuhkan
jangka waktu yang relatif lama. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang
tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Sumber daya alam
secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: sumber daya alam yang dapat diperbarui dan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
C. Mobilitas
antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah
adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran
legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan
masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini
dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah.
Walaupun demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya
lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan
yang berada di atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah.
Salah satu pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi,
termasuk faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi
penghalang mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau
dan dikontrol agar tetap teratur.
D. Perbedaan
SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan
bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan
masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA.
Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan,
dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum
tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi
yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada
(T).Penguasaan T dan peningkatan taraf SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor
ini lebih penting daripada SDA. Memang SDA akan mendukung pembangunan dan
perkembangan, tetapi akan percuma jika memiliki SDA tapoi minim dengan T dan
SDM.
Program desentralisasi dan otonomi
daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan baik. Keragaman
kemampuan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas dan
penerapan bertahap menurut kemampuan daerah.
Dalam proses pemulihan ekonomi
nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan
memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya
akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu,
proses desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah
pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan,
pada tingkat daerah, khususnya daerah Tingkat II. Hal ini merupakan kerja
nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di
daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi
pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien.
Pembangunan ekonomi yang efisien
membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan
sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha kecil, koperasi,
pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses
perencanaan.
E.
Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi
berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada
yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah
berbeda-beda. Contoh kasusnya, kita tengok ke daerah Tegal. Penduduk Kota Tegal
pada tahun 2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari laki-laki 123.792 jiwa
(50,10 %) dan perempuan 123,284 jiwa (49,90 %) dengan laju pertumbuhan 0,55 %
per tahun, sedangkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa
(68,86 %).
Ternyata kepadatan penduduk rata –
rata di Kota Tegal pada tahun 2007 sebesar 6.193 jiwa/Km² dengan kepadatan
penduduk tertinggi di Kelurahan Kejambon sebesar 13.723 jiwa/Km² dan kepadatan
terendah di Kelurahan Muarareja sebesar 750 jiwa/Km².
Jumlah penduduk usia kerja di Kota Tegal tahun 2007
tercatat berjumlah 204.517 dengan jumlah angkatan kerja sebesar 168.575 jiwa
atau 82,43 % yang terdiri dari 87.537 jiwa laki-laki dan 81.038 jiwa perempuan.
Dari jumlah tersebut 112.660 sudah bekerja dan 55.915 tidak bekerja.
Mata pencaharian penduduk Kota Tegal menurut jenis
mata pencahariannya adalah petani sendiri 3.739 orang, buruh tani 6.457 orang,
nelayan 12.013 orang, pengusaha 2.303 orang, buruh industri 20.310 orang, buruh
bangunan 18.704 orang, pedagang 21.887 orang, pengangkutan 6.687 orang,
PNS/ABRI 9.223 orang, pensiunan 4.473 orang dan lain-lain 11.930 orang.
Sektor pendidikan merupakan salah
satu prioritas utama kebijakan Pemerintah Kota Tegal, sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan
sektor ini diarahkan kepada penyediaan sarana dan prasarana serta memberikan
kemudahan akses pendidikan kepada masyarakat.
Kebijakan-kebijakan strategis yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Kota Tegal secara bertahap sejak tahun 2000 sampai dengan saat
ini untuk mendukung pembangunan sektor pendidikan formal antara lain yaitu
pembangunan sarana dan prasarana fisik, pemberian bea siswa, pembebasan biaya
pendidikan untuk tingkat sekolah dasar dan lanjutan tingkat I, penyediaan buku
pelajaran serta peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui pelatihan dan
penyetaraan kualifikasi pendidikan guru. Pada tahun 2007 tamatan pendidikan
untuk SD sebanyak 4.214 jiwa, SLTP 3.780 jiwa, dan SLTA 3.435 jiwa.
F.
Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar
daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya
ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input
perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran
perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan
(Demand) dan sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan akan
barang dan jasa akan berdampak juga pada permnitaan pasar
terhadap kegiatan eonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang
tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya memperoleh barang modal
seperti mesin, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi menjadi
lumpuh, selanjutnya dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.
E. PEMBANGUNAN
INDONESIA BAGIAN TIMUR
Hal yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan
ekonomi nasional sejak tahun 1969 hingga sekarang adalah masih tingginya
kesenjangan perkembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang meliputi Pulau
Sulawesi, Maluku, Papua, dan kepulauan Nusa Tenggara, dibandingkan dengan
perkembangan Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia masih diwarnai
beberapa permasalahan umum seperti permasalahan pertanian tradisional dan
subsistemnya; masih adanya kasus busung lapar yang diderita warga; rendahnya
kualitas kesehatan; kemiskinan dan keterisolasian; terbatasnya ketersediaan
prasarana dasar; terbatasnya pasokan air minum, listrik, dan energi; masih
terbatasnya sarana dan prasarana transportasi untuk memudahkan aksesibilitas;
bencana alam; masih rendahnya kualitas hidup masyarakat; serta masih rawannya
ancaman separatisme.
Terdapat 3 strategi pokok dalam upaya percepatan
pembangunan KTI berdasarkan rancangan RPJM Nasional 2010-2014, yaitu: pertama,
pendekatan perwilayahan untuk percepatan pembangunan. Dalam hal ini, upaya
membangun koordinasi dan komunikasi antar-propinsi di KTI akan menjadi sangat
penting peranannya. Kedua, peningkatan daya saing dengan tujuan akhir untuk
mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan hidup. Ketiga, perubahan manajemen publik, yang juga
memiliki korelasi yang sangat kuat untuk membangkitkan daya saing wilayah,
dengan memperhatikan birokrasi pemerintah yang responsif terhadap tantangan,
potensi dan masalah daerah.
Terkait rencana pengembangan wilayah dalam sistem
perencanaan pembangunan, UU Nomor 17/2004 tentang RPJPN 2005–2025 mengamanatkan
bahwa pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan
peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta
memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung
lingkungan. Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya. Pelaksanaan
pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi
dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Substansi dalam RPJMN
2010-2014 selain perencanaan berbasis isu/sektoral juga akan disusun
perencanaan berdimensi kewilayahan atau pulau-pulau besar.
Sosialisasi Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan
Kawasan Timur Indonesia Dalam Rancangan RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan
bertujuan sebagai berikut.
Menyebarluaskan hasil penyusunan strategi pembangunan
Kawasan Timur Indonesia.
Sinkronisasi dan harmonisasi perencanaan sektoral,
daerah dan spasial di Kawasan Timur Indonesia sebagai penyempurnaan hasil
penyusunan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia dalam RPJMN 2010-2014
Berdimensi Kewilayahan.
Lokakarya Sosialisasi Sinkronisasi Perencanaan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dalam RPJMN 2010-2014 Berdimensi
Kewilayahan diharapkan menghasilkan keluaran berikut.
(1) Adanya kesepahaman dan kesepakatan tentang rumusan
strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia;
(2) Adanya masukan dari hasil sosialisasi
rumusan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia;
(3) Rekomendasi terkait strategi dan kebijakan
pembangunan Kawasan Timur Indonesia sebagai masukan dalam penyusunan RPJMN
2010-2014 Berdimensi Kewilayahan;
(4) Alternatif skenario Pembangunan Kawasan
Timur Indonesia
Pembangunan di Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal
dibandingkan daerah Indonesia bagian lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih
tidak subur dan masalah transportasi. Bila lihat dari daerahnya yang agak
tandus, jalannya lebih cepat rusak, entah karena keadaan tanahnya atau karena
suhu udaranya yang lebih panas. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh
yang lebih lama dan medan yang berat.
F. TEORI DAN
ANALISIS PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan
potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap
wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah
zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona
Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah
dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang
dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah
zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai
dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk
setiap cluster.
Zona
pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat
diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona
Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1.
Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan
kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.
Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan
berkesinambungan
3.
Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang
umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli
sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga
lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic
Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan
analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis
yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang
dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita
mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan
tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan
laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik
walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin
(leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula
perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan
industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan
tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan
sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model
pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang
menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang
perkembangan sektor lainnya.
Terdapat
pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa
produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun
perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995)
adalah :
“Suatu
kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat
pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan
bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
SOAL
1.
Otonomi
daerah adalah ...
A.
Undang-undang
B. keadaan dimana terjadi kelebihan hal-hal yang
biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air
minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup
C. Hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan merupaka Hukum nasional
D.
Sebuaah kebijakan
yang ditetapkan oleh Pemerintah
2. Isi dan jiwa
pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di
atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik
desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan merupakam nilai dasar
:
A.
Nilai
unitaris dan nilai sosial
B.
NILAI
DASAR DESENTRALISASI TERITORIAL
C. Nilai dasar
desentralisasi teritorial dan nilai hukum
D.
Nilai sosial
dan nilai hukum
3. Diwujudkan
dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di
dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti
kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak
akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan merupakan nilai
dasar.....
A. Nilai
unitaris
B. Nilai sosial
dan nilai hukum
C. Nilai
dasar desentralisasi teritorial
D. ZPED
4.
Berikut strategi
pokok dalam upaya percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia berdasarkan
rancangan RPJM Nasional 2010-2014, kecuali...
A.
pendekatan
perwilayahan untuk percepatan pembangunan
B.
peningkatan
daya saing dengan tujuan akhir untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap
menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem lingkungan hidup.
C. Persamaan
keaadaan geografis dan demografis
D. perubahan
manajemen publik
5. Tujuan dari ZPED(zona pengembangan ekonomi)
kecuali...
A.Membangun
setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi
intinya.
B.
Menciptakan
proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan
C.
pendekatan
perwilayahan untuk percepatan pembangunan
D.
Memberikan
peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat
perekonomian daerah
BAB VII
SEKTOR PERTANIAN
A. Sektor Pertanian di Indonesia
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua
kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan,
dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga
diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan
jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim. Tantangan perekonomian
di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek
dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian
menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan
berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan
Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita
juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini
sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita
mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di
wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin
terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang
semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana
pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga
membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangnya lahan beririgasi teknis, tingkat
produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab
dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian
juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu
diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang,
ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan
global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan
pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi
masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di
dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan
impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi
untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk
pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita
juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia,
dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa
depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi
oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan
12,29 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki
pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih
jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan
jasa yang pertumbuhannya paling tinggi. Data ini juga menunjukkan peran penting
dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia
memperoleh penghasilan untuk hidup.
B. Nilai Tukar Petani
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks
harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator
dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan perhitungan
NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.
Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks
harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani.
Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan
petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan
pendapatan sektor pertanian. IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian
yang dihasilkan oleh petani, mencakup sektor padi, palawija, hasil peternakan,
perkebunan rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan tangkap maupun
budi daya).
Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks
harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik
kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi
pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi
oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta
fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
IB dihitung berdasarkan indeks harga yang harus
dibayarkan oleh petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan penambahan barang
modal dan biaya produksi, yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan barang
dan jasa non makanan.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
·
NTP > 100
berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada
tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik
lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi
lebih besar dari pengeluarannya.
·
NTP = 100
berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar,
dengan kata lain petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya
sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan
petani sama dengan pengeluarannya.
·
NTP < 100
berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun
dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
C. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi
berarti suatu pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan
stok barang modal. Stok barang modal (capital stock) dan terdiri dari pabrik,
jalan, jembatan, perkantoran, produk-produk tahan lama lainnya, yang digunakan
dalam proses investasi. Investasi dapat diartikan juga sebagai pengeluaran
tambahan yang ditambahkan pada komponen-komponen barang modal (capital
accumulation). Sektor pertanian adalah salah satu sektor penting dalam
pergerakan perekonomian di Indonesia, terutama pada perekonomian pedesaan.
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah rendahnya perkembangan investasi
dibidang pertanian, terutama spesifikasi pada investasi bidang pertanian dalam
arti sempit. Salah satu sektor penunjang yang dapat menjadi indikator investasi
adalah sektor perbankan. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian mengalami
penurunan proporsi pemberian modal kredit pada bank pemerintahan daerah.
D. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Negara-negara
maju tidak dapat meninggalkan sektor pertanian mereka, hingga kalau sekarang
kita coba melihat sektor pertanian sekelas negara maju, sektor pertanian mereka
mendapat proteksi yang besar dari negara dalam bentuk subsidi dan bantuan
lainnya. Ada beberapa alasan (yang dikemukakan oleh Dr.Tulus Tambunan dalam
bukunya Perekonomian Indonesia) kenapa sektor pertanian yang kuat sangat
esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni sebagai
berikut :
1.
Sektor
pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah
satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan
pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
2.
Dari sisi
permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat
pendapatan rill per kapita disektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu
sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur.
3.
Dari sisi
penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor
industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif.
4.
Masih dari
sisi penawaran, pembangunan yang baik disektor pertanian bisa menghasilkan
surplus di sektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sektor
industri, khususnya industri berskala kecil di pedesaan.
Melihat hal itu, sangat penting
untuk kita saling bersinergi dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Ketika
hal ini berjalan dengan baik, maka kita dapat meningkatkan produk-produk
pertanian kita sejalan dengan peningkatan industri manufaktur yang membutuhkan
bahan baku yang kita produksi dari para petani-petani kita. Maka dari
itu, peningkatan pendapatan para petani akan berkorelasi positif terhadap
meningkatnya kesejahteraan petani dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
SOAL
1. Rasio antara
indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase adalah ...
A.
Sektor
pertanian kuat
B.
Nilai
tukar petani
C.
Tidak ada
lapar
D.
Nilai tukar
masyarakat
2.
Index harga
yang dibayar (IB)petani adalah...
A.
indeks
harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik
kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi
pertanian.
B.
Rasio antara
indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
C.
pendapatan
para petani akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya kesejahteraan petani
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
D.
Investasi
bodong dan investasi penipuan
3. pada suatu
periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan
kata lain petani mengalami surplus adalah...
A.
NTP = 0
B.
NTP>100
C.
NTP<100
D.
Sda=NTP
4. Investasi
adalah........
A. Nilai tambah perusahaan
B. Suatu pengeluaran yang ditujukan untuk
meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal
C. Nilai tukar perusahaan
D. Investasi bodong
5. Indeks
harga yang diterima petani (IT) adalah...
A.
Iklim
kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
B.
indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi
petani Lahan garapan petani semakin kecil
C.
Rasio antara
indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
C.
pendapatan
para petani akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya kesejahteraan petani
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
BAB VIII
INDUSTRIALISASI
DI INDONESIA
A. KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Industri adalah bidang matapencaharian yang
menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan
penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya
sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya
dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi,
yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat
dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis
ekonomi, budaya dan politik.
Awal konsep industrialisasi revolusi industry abad 18
di Inggris adalah dalam pemintalan dan produksi kapas yang menciptakan
spesialisasi produksi.selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin
uap sehingga mendorong inovasi baja,dan begitu seterusnya,inovasi-inovasi bar
uterus bermunculan.industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk
menjamin pertumbuhan ekonomi.
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk
memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung
oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini
maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
B. FAKTOR-FAKTOR
PENDUKUNG INDUSTRIALISASI
Faktor-faktor
pendorong industrialisasi itu sendiri adalah :
a.
Kemampuan
teknologi dan inovasi
b.
Laju
pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
c.
Kondisi dan
struktur awal ekonomi dalam negeri
d.
Besar pangsa
pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk
e.
Ciri
industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap
implementasi
f.
Keberasaan
SDA(sumber daya alam)
g.
Kebijakan
atau strategi pemerintah
C. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
MANUFAKTUR NASIONAL
Perkembangan industry manufaktur disetiap Negara juga
dapat digunakan untuk melihat perkembangan industry Negara itu secara
nasional,sejak krisis ekonomi dunia pada tahun 1998 dan perontokan perekonomian
nasional ,perkembangan industry di Indonesiasecara nasional belum
memperlihatkan perkembangan yang memuaskan.bahkan perkembangan industry
nasional ,khususnya industry manufaktur ,lebih sering merosot perkembangannya
dibandingkan dengan grafik peningkatannya
Sebuah hasil
riset yang dilakukan pada tahun 2006,oleh sebuah lembaga internasional terhadap
prospek industry manufaktur di berbagai Negara melihatkan hadil yang cukup
memprihatinkan.dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian,posisi industry
manufaktur Indonesia berada diposisi terbawah bersama beberapa Negara asia
seperti Vietnam,riset yang meneliti aspek daya saing produk industry manufaktur
Indonesia dipasar global,menempatkan pada posisi terendah.
D. PERMASALAHAN INDUSTRIALISASI
Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri
adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin
produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas
dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan
tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian
Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi
pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di
antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014,
Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen
dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen.
Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian
membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi
acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan
ASEAN Economic Community.
Agar siap
menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton
Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari
presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam
negeri juga tidak boleh diabaikan.
E. STRATEGI
PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka
menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan
kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara
nasional, yaitu:
(1)
Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
(2)
Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri;
(3)
Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian;
(4)
Mendukung perkembangan sector infrastruktur;
(5)
Meningkatkan kemampuan teknologi;
(6)
Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
(7)
Meningkatkan penyebaran industri.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk
menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industrimanufaktur
diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu
mengantisipasi.perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan
internasional merupakan suatu perspektif baru
bagi semua
negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan
industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan
di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke
depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat
ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing
industri yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah
industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya
kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang
wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi
juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta
profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun
sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama
perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian
nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih
berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya
saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan
daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong
tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai
baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro,
industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri
manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat
nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya
saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan
daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu
pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan
prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.
Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang
merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini
Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan
mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya
dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
SOAL
1. Industri adalah....
A.
Segala
sesuatu yang diwujudkan berupa skiil
B.
Bidang
matapencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja dan penggunaan
alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai
dasarnya
C.
penetapan
keterampilan
D.
ilmu yang
mempelajari tentang stuktur,proses dan perubahan sosial
2. tujuan dari
industriasasi adalah ...
A.
Meningkatkan
Kemampuan teknologi dan inovasi
B.
Laju
pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
C. untuk
memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung
oleh sumber daya manusia yang berkualitas
D. Kebijsksn perusahaan
3.
Kendala bagi
pertumbuhan industri di dalam negeri adalah....
A.
Asosiasi
pedagang indonesia
B.
ketergantungan
terhadap bahan baku serta komponen impor dan Mesin-mesin produksi yang sudah
tua
C.
Pengusaha di Indonesia
D.
Asosiasi
pedagang inti
4. Kemampuan
teknologi dan inovasi,Laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita, Kondisi dan
struktur awal ekonomi dalam negeri merupakanfaktor pendoronng dari...
A.
Meningkatkan
penyerapan tenaga kerja industri
B.
Meningkatkan
ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri
C.
Memberikan
sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian
D.
Industrialisasi
5.
Industri
manufaktur masa depan adalah
A.
Indussti
yang Kemampuan teknologi dan inovasi,Laju pertumbuhan pendapatan nasional
per-kapita,
B.
ketergantungan
terhadap bahan baku serta komponen impor dan Mesin-mesin produksi yang sudah
tua
C.
Top down dan
kardinal
D.
industri
yang mempunyai daya saing tinggi, yang
didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia,seperti luas bentang wilayah,
besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga
berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme SDM
E.
Kardinal dan
bottom up
SUMBER:
Komentar
Posting Komentar